Feature Edisi Minggu, 1 Februari 2015
GRUJUGAN “KAMPUNG TUDUNG”
Desa
Grujugan merupakan desa penghasil tudung terbesar di Kabupaten Kebumen.
Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai pengrajin tudung, mulai dari penjual
bambu hingga juragan tudung. Oleh karena itu, desa yang terletak di bagian
selatan Kabupaten Kebumen tepatnya Kecamatan Petanahan ini, sering dijuluki
sebagai “kampung tudung”. Namun belum diketahui pasti kapan dan bagaimana
kerajinan tudung masuk ke Desa Grujugan hingga menjadi profesi sebagian besar
warganya.
Setiap
shubuh para pengrajin tudung berbondong-bondong ke Pasar Gamblok, yakni pasar
tradisional tempat para pengrajin menjual serta membeli bambu dan tudung yang
sudah jadi. Di Pasar Gamblok inilah warga yang berprofesi membuat tudung biasa
membeli bambu dengan harga Rp 3000/meter untuk bambu kecil dan Rp 5000/meter
untuk bambu ukuran besar.
Siang
harinya, warga biasa berkumpul di pekarangan-pekarangan rumah untuk membuat
tudung bersama-bersama. Kebiasaan ini disebut brayan. Ada yang membilah
bambu menjadi bahan anyaman lapisan tudung yang disebut proses ngirat-irati, ada yang nganam atau menganyam hasil
irat-iratan menjadi lapisan tudung (lambar), dan ada pula yang tinggal
menjahit tepi lambar menjadi tudung siap pakai.
Brayan merupakan tradisi membuat tudung bersama-sama di sebuah pekarangan
yang biasa dilakukan baik siang hari atau pun malam hari. (Dok. Sangkanparan)
Sebelumnya,
pada tahun 2009 pemerintah Kabupaten Kebumen pernah memberikan bantuan berupa
alat pengirat bambu yang bertenaga listrik. Namun setelah dilakukan tes uji
coba, proses mengirat lebih cepat menggunakan tenaga manusia daripada
menggunakan alat pengirat tersebut. Itulah alasan mengapa warga Desa Grujugan
masih membuat bambu secara manual dan tradisional.
Tudung
yang dihasilkan warga Desa Grujugan sangat variatif. Mulai dari tudung yang
berukuran kecil seperti tudung helm, procot, kewung, praci hingga tudung biasa.
Tudung siap pakai yang dihasilkan warga biasa dijual kepada pengepul tudung
(juragan tudung). Oleh juragan, tudung-tudung tersebut dipasarkan di
pasar-pasar tradisional seperti Pasar Gamblok, serta di luar Kabupaten Kebumen
seperti Cilacap, Banyumas, Bandung hingga luar Pulau Jawa.
Seperti
pada pembuatan produk-produk lainnya, proses pembuatan tudung pun menghasilkan
limbah. Namun warga Desa Grujugan biasa memanfaatkan kembali limbah-limbah
tersebut. Kawul misalnya, serat-serat bambu yang dihasilkan dari proses ngirat-ngirati ini biasa mereka
manfaatkan sebagai pengganti busa pencuci piring. Sedangkan sampah potongan
bambu mereka gunakan sebagai bahan bakar tungku.
-Lia Budi Cahyani-
0 komentar: